Saturday, March 30, 2013

Tangis.


Kapan terakhir kali kamu menangis untuk orang asing berwujud pria dalam hidupmu? Menangis yang benar-benar menangis, beberapa tahun yang lalu, sekitar 3 tahun yang lalu, di kamar mandi sekolah ku, ah remaja. Waktu itu kalo tidak salah, aku bersama dua teman ku, satu bertanya kenapa masih menangis untuk orang seperti itu, satu lagi berkata menangis untuk apa, tidak menyelesaikan masalah. Seminggu kemudian setelahnya, salah satu dari mereka berkata, kamu lebih tegar dari sebelumnya ya. Ah, remaja. Tapi benar, itu terakhir kali aku menangis yang benar-benar menangis. Ya sekarang beberapa kali pernah, tapi hanya jika sedang mengenang. Di luar itu, untuk orang asing berwujud pria selain dia, menangis yang benar-benar menangis, belum pernah lagi.
Benar tidak pernah menangis untuk seseorang selain dia? Sebentar, coba ku ingat-ingat. Hmm. Benar, belum pernah lagi. Dia sudah memberikan ku banyak pelajaran untuk menjadi lebih kuat, lebih dari biasanya. Aku pernah merasa suka karena dia, duka pun pernah karena dia. Merasa diduakan, disalahkan, diabaikan, ditinggalkan pun pernah. Jadi untuk hal kecil sepele di bawah level itu, wajar saja aku tidak mempan. Hanya saja lelah bilamana harus berkutat pada hal sama, apa lagi yang menyakitkan.
Bagaimana bila ada orang asing yang bisa membuatmu menangis yang benar-benar menangis dan bukan dia? Ah itu yang aku cari. -@fadilamh

Mimpi.


Semalam aku mimpi kamu lagi. Kamu duduk di salah satu bangku taman di Surapati. Hanya duduk, menatapku dalam. Padahal pagi ini, aku kembali mengunjungimu di ruang Mawar, ah mimpi. Masih sepi, Ayah Bunda mu mungkin belum tiba atau aku yang datang terlalu dini. Kamu masih tertidur tenang, nyenyak sekali, manis. Ini bulan kedua, kamu masih berbaring di sana. Seorang suster masuk ke ruangan, "Permisi, selamat pagi, ini sarapan untuk Pak Indrajaya ya Bu" aku tersenyum, melihat name tag di baju dada kanannya, Ane. "Terima kasih Ane" kemudian Ane meninggalkan ruangan. Aku mulai menyiapkan makanan untukmu. Rasanya sepi sekali, ada rasa takut yang menggumul di dada ingin meluap. Aku lelah, lelah sekali. Tapi kamu masih di sini, entah memberiku nyaman atau beban, aku tidak tahu. Seketika kamu terbangun, menggenggam balik tanganku seolah tahu apa yang ku rasa saat ini, kamu selalu begitu. "Makan ya mas?" tanyaku pelan. Kamu menggeleng. Aku tetap menyuapimu bubur, kamu kemudian tersenyum dan mengikuti mau ku. Kamu memakan sarapan mu bersih sampai habis. Aku senang. Kamu memintaku memutarkan film kesukaan mu, biasanya aku tidak suka menonton bersama mu, karena kamu biasa meninggalkan aku dan seketika tertidur. Tapi sekarang aku mau, karena hari ini kamu manja sekali. Aku duduk di samping kanan mu, di ranjang yang sudah kamu tempati dalam dua bulan ini, aku memeluk mu erat sekali. Dan sekali lagi aku merasa takut. Takut kehilangan. Empat puluh lima menit pertama kamu masih mengajak ku berbicara tentang para pemain film klasik itu. Kamu mulai menghilang di menit ke lima puluh, jam di samping telivisi itu memberi tahu ku. Ah lagi-lagi kamu tertidur, meninggalkan aku. Tangan kiri mu semakin erat memeluk ku selama beberapa detik, kemudian perlahan mulai mengendur. Aku lemas, benar-benar lemas. Kamu mulai pergi, kamu mulai meninggalkan aku di sini, kamu sekarang sedang berjalan ke bangku taman tepat sama seperti yang ada di dalam mimpi ku, bukan? Kamu.. Kamu.. Kamu.. Air mata ku mulai mengalir. Bulir-bulir air mataku jatuh membasahi baju mu. Aku tak berani melepas mu, aku...
Klik. Film di telivisi berakhir. Terdengar langkah seseorang masuk ke ruangan. Ada cahaya yang masuk ke dalam penglihatan ku. Dan kecupan manja di pipiku seketika membangunkan aku. "Selamat pagi sayang" sapa hangat seseorang yang baru saja datang di mimpiku. "Mama" seorang gadis kecil manis dengan pita cantik di kepalanya, mulai kembali menyerang seluruh wajah ku dengan bibirnya, termasuk kamu. -@fadilamh

Friday, March 29, 2013

Tiring.

We're arguing some little things, fun, yes we are, as long as that's worth. But if not, think twice, tiring. -@fadilamh

Tuesday, March 26, 2013

Kopi Pahit.

Tatapan mu masih sama, senyum mu pun masih sama, sapa santai mu pun sama tak lebih dan tak kurang. Tak pernah ada yang berubah, benar-benar berubah maksudku. Kamu ada ya selalu ada di situ, sementara aku mengelana ke duniaku. Kamu ada ya selalu ada setia menunggu. Kamu... Tak benar-benar berubah, tak pernah.

Sampai malam ini, aku menjumpai mu di satu kedai yang sudah lama tak ku kunjungi. Aku terbiasa ke sana denganmu. Dengan tangan saling menggenggam. Hati saling terpaut. Dan bibir yang mengecup lama keningku. Malam ini berbeda, bukan kamu yang mengajak ku ke sana, sahabatku, Dion, yang meminta ku menemaninya, sekaligus benar-benar belajar melupakan kamu. Tapi Dion salah, dia bodoh. Dia tidak memprediksi kehadiran mu di sana. Ah bukan Dion yang bodoh, tapi aku. Malam tadi adalah malam Senin, kamu memang selalu di sana, sejenak mengasapi wajah mu dengan asap rokok dan kopi hitam pahit mendukung suasana santai mu. Ah iya aku bodoh, aku lupa. Malam Senin memang selalu menjadi hari santai mu, karena esok hari kesibukan mulai meghampiri mu satu per satu.
"Criiiing..." lonceng pintu kedai berbunyi. "Hai Mba, sudah lama nggak kelihatan, halo mas Dion!" sapa hangat Anto, pelayan kedai. Bagaimana tidak kenal, hampir setiap minggu aku mampir ke sana, dulu, waktu aku masih denganmu. Ku pandangi seluruh isi kedai seraya berjaga, aku takut akan melihat mu malam ini. "Yuk!" Dion menarik lengan ku pelan. Ah aku benar, firasat ku benar. Kamu ada di situ. Di pojok nyaman mu dengan asap, secangkir kopi hitam dan seseorang yang mendengarkan cerita dan menatap mu dalam.
Aku menggenggam lengan Dion, perlahan menarik mundur dan menghentikan langkahnya. "Gue nggak bisa, belum siap." tegasku seraya berbalik ke arah pintu kedai.
"Criiiiing..." lonceng pintu kedai kembali berbunyi mengantarkan kepergianku. Di satu sisi, kamu berhenti berbicara dengan lawan mu, melihat ke arah pintu tertutup, terdiam, kemudian kembali menyeruput kopi hitam panas mu perlahan, pahit. Dan semakin pahit. -@fadilamh

Saturday, March 16, 2013

Pernah.

Pernah ada seseorang yang menggilai mu dalam? Pernah, pernah ada. Kesabaran dan usahanya luar biasa. Tapi waktu berkata lain. Waktu mendorong jiwanya untuk berhenti. Waktu memojokkan semangatnya untuk kembali. Dan waktu membuatnya terjatuh lagi. Lalu bagaimana? Tapi bukan waktu yang membuatnya bangkit lagi. Namun jiwa dan semangatnya yang mempengaruhi waktu kembali. Dia dan waktu saling berkelahi memperebutkan satu hal yang pasti. Bukan tidak mau berbagi. Tapi waktu ingin menyaksikan kembali bahwa dia tak kan takluk lagi, tak kan terpojok lagi dan tak kan terjatuh lagi. Jadi siapa itu waktu? Waktu itu dia. Kemudian siapa dan dimana dia? Dia itu aku di satu waktu.

Karena hidup penuh perjuangan, tuhan tidak akan pernah lelah memberikan semangat untuk berjuang.- @fadilamh

Saturday, March 9, 2013

Tertidur.

Tertidur sejenak di punggungmu itu adalah kelelahan yang hilang sejenak. Namun tahu kamu memelankan laju motor mu agar aku tidak terjatuh serta menggenggam tangan kiri ku adalah lebih dari itu. -@fadilamh

Friday, March 8, 2013

Lalu

6 tahun kita bersama dan dari sekian lama kebersamaanku dengan mu. Aku pernah mengubah nama panggilan mu di telepon genggamku menjadi nama panggilan yang sama dengan teman-teman mu. Kamu diam. Aku tahu kamu marah. Iya aku tahu aku salah. Kamu memang spesial. -@fadilamh