Sebuah perjalanan hidup, mari kita sebut itu perjalanan yang singkat. Perjalanan yang akan dilewati oleh semua insan. Perjalanan yang tak memandang kasta maupun tahta. Ini tentang sebuah perjalanan, memandang kehidupan dari arah berlawanan. Tanpa pernah tahu ujung dari kisahnya. Tanpa pernah mengenali apa yang terjadi, salah kah atau benar kah. Tanpa pernah mengatakan iya aku menemukan apa yang aku cari. Tidak ada yang tahu. Karena manusia, tidak banyak tahu apa yang mereka inginkan, maka tak tahu pun mereka apa yang akan di cari. Maka tidak akan pernah ada yang ditemukan.
Ah, aku terlalu bertele-tele sepertinya. Pagi ini aku terbangun, masih terasa pegalnya punggung dan beberapa bagian tubuhku akibat begadang semalam. Udara kota ini yang membangunkan ku sebenarnya, dingin menusuk. Langit masih gelap, suara ayam baru mulai terdengar dari ayam yang berada paling jauh sepertinya. Garut, aku tinggal di sini untuk beberapa minggu belakangan ini. Tugas mahasiswa kampus, turun desa atau mari kita sebut 'KKN' hingga banyak anak kecil yang datang menghampiri ketika kami tiba dan selalu memanggil kami 'Kaka N! Kaka N! Mau kemana?' Tanpa benar-benar menghafal nama kami satu per satu. Yah, kami pun juga begitu, tak mampu menghafal anak-anak di desa ini satu per satu. Aku lupa, aku selalu menyebut kami, tanpa tahu siapa kami itu. Kalau kata orang sunda, kami ada genep jami, enam orang maksudnya, aku, Cici, Lia, Bodi, Babang, Jo. Well, beberapa nama mereka ada yang seketika berubah panggilan, seperti Cici, dia Chineese, nama aslinya Helen, aku lebih suka memanggilnya Cici, lebih pas. Babang, aduh namanya Khoerul, namun emailnya adalah babang khoe, lebih mudah memanggil dia Babang, kan? Bodi, nama aslinya Sarah, kalau ini memang nama panggilannya Bodi, kurang tahu asal mu asalnya, hanya memanggilnya Bodi. Lia, ini memang nama aslinya, lebih sering memanggilnya Li, sudah cukup. Jo, ayolah nama aslinya sangat Indonesia, Jawa sekali maksudku, Sutarjo.
Sudah sekitar lima minggu kami tinggal di sini, di rumah Ibu Tati. Rumah yang kami tempati tergolong cukup nyaman. Desanya pun tak jauh dari jalan raya dan pusat keramaian. Dibandingkan dengan desa mahasiswa lainnya yang cukup menanjak ke arah Gunung Cikuray dan rumah tinggal yang sebagian memang apa adanya. Faktanya, ada baik ada buruknya, agak susah untuk kami menjangkau semua kampung yang ada di desa ini, total ada delapan kampung dan yang intens kami ikuti perkembangannya hanya sekitar setengahnya. Oleh karena itu, ada strategi yang kami lakukan, masuk melalui aparat-aparat desa langsung untuk menjalankan program. Dalam beberapa minggu ini sudah ada empat kegiatan dari enam rencana awal yang sudah kami laksanakan, diantaranya Sosialisasi Pembuatan Tepung Ubi kepada Ibu PKK, mengajar Pendidikan Lingkungan Hidup anak-anak SD, Sosialisasi Unit Pengolahan Zakat dan Koperasi serta beberapa kegiatan pendukung seperti Pemetaan Sawah, Pekarangan Terpadu dan Penyuluhan Organisme Pengganggu Tanaman yang masih sedang berjalan dan akan dilaksanakan segera.
Ada cerita tentang kami ketika melaksanakan pemetaan sawah. Seperti biasa, bangun di pagi hari, kami menuju daerah persawahan, mencari petani yang sedang bekerja atau sekedar bersantai, kemudian mulai menggunakan jurus wawancara dalam bahasa sunda kami yang.......seadanya. Dari enam orang, hanya Babang yang lancar berbahasa Sunda., sisanya senyum ketika yang diajak berbicara senyum, serius ketika ekspresinya serius, menjawab 'nggak lancar bahasa Sunda' ketika diajak atau sekedar ditanya dalam bahasa Sunda. 'Puten pak, kami ti Bogor, mau nanya-nanya' 'Iya neng' 'Bapak punten namina saha pak?' merasa tidak ada yang salah dengan bahasa Sunda campur, Bapak justru menghampiri, bertolak pinggang kemudian seperti merajuk dalam bahasa Sunda yang bahkan kami tak tahu apa artinya, hanya paham bahwa beliau....marah. Sialnya tidak ada Babang saat itu karena suatu alasan, well ya, all the things that we can do are just smile and say, 'Maaf pak, kami ke sini, mau belajar, kami mahasiswa pak' kemudian bapak berubah ekspresi dan berbalik tersenyum meminta maaf. Well, ada yang salah dengan cara penyampaian kami, mungkin. Pelajarannya adalah mari berbicara Indonesia saja :)))
Berdekatan dengan banyak orang di sini, masyarakat yang berbeda pola pikir, kebiasaan, dan cara, membuat ku belajar banyak dan banyak belajar. Belajar bahwa ada bagian lain dari negara ku sendiri, bagian sebelah lain yang beberapa punya kearifan lokal sendiri dan sebagian masih butuh bantuan untuk sebuah perubahan. Masih ada sepuluh hari lagi terhitung dari sekarang untuk kami tinggal dan menyelesaikan apa yang harus kami selesaikan di sini. Entah apa yang akan terjadi dalam sepuluh hari nanti, harapan kami adalah rasa rindu akan kota dan desa ini selalu akan ada kelak nanti kami pergi meninggalkan ini.
Satu hal yang lebih bukan dari hanya sekedar menghabiskan waktu di sini adalah aku mencoba untuk menghabiskan waktu, mengalihkan pikiran, meninggalkan sebentar, menjauhkan perasaan dari hal-hal sepele tentang hati dan perasaan. Terimakasih Tuhan untuk sebuah kesempatan ini. Terimakasih.
Di suatu pagi, putaran lagu playlist buatanmu, antah berantah, seperti kamu. -@fadilamh
Desa Sukarame, Garut, H - 10 hari kepulangan.
No comments:
Post a Comment