Iya, kamu yang pernah selalu tidak lupa memberi kabar.
Iya, kamu yang panik bertanya ketika belum ada pesan yang terbalas.
Iya, kamu yang rela berhenti melangkah ketika aku memohon jangan.
Iya, kamu yang pernah begitu memprioritaskan aku di atas segalanya.
Hari ini aku baik-baik saja.
Semakin membaik. Bukan kah memang seharusnya begitu? Kata orang move on itu sulit. Ya tentu saja sulit, belum ada pengganti mu. Tentu saja berat, belum ada yang lebih baik dari kamu.
Sudah lama rasanya tidak mengalami patah hati yang berlarut-larut. Mungkin kamu begitu dalam meninggalkan bekas luka di cerita kita. Oh, mungkin bukan karena kamu, keadaan yang membuat begitu. Aku tahu kamu tidak sungguh-sungguh berkata tidak ingin bersamaku lagi. Aku tahu kamu bisa jadi yang tersedih ketika menutup pembicaraan kita di telepon waktu itu.
Sudah lebih dari 3 bulan, tapi masih saja aku meneteskan air mata ketika teringat kamu. Mungkin nanti ketika kamu membaca ini aku sudah lebih baik, jauh lebih baik. Atau mungkin ketika kamu membaca ini, hati mu sudah untuk gadis dambaan keluargamu. Siapa yang tahu.
Aku ingin berjalan maju terus dan tak pernah melihat ke belakang, ke bagian kita yang terlalu bahagia. Aku ingin begitu. Ada seseorang yang mungkin lebih baik dari kamu, menunggu aku di depan sana, ada. Tapi bagaimana aku benar-benar tahu dia orang yang tepat? Kalau waktu itu bersama kamu pun aku pernah merasa setepat itu.